Detik-detik Rasulullah SAW menjelang sakratul maut ...  

Posted by Jumhurul Umami in




Ada sebuah kisah tentang totalitas cinta yang dicontohkan Allah lewat kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu meski langit telah mulai menguning, burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap. Pagi itu Rasulullah dengan suara terbata memberikan petuah, "Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, sunnah dan Al Qur'an. Barang siapa mencintai sunnahku, berati mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku akan bersama-sama masuk surga bersama aku."

Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan napas dan tangisnya. Ustman menghela napas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. "Rasulullah akan meninggalkan kita semua," desah hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia.


Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar. Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu, kalau bisa. Matahari kian tinggi, tapi pintu Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya. Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.

" Bolehkah saya masuk ? " tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk,"Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?" "Tak tahulah aku ayah, sepertinya ia baru sekali ini aku melihatnya," tutur Fatimah lembut.

Lalu Rasulullah menatap putrinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Satu-satu bagian wajahnya seolah hendak di kenang. "Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tak ikut menyertai. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap diatas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.

"Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata jibril. Tapi itu ternyata tak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. "Engkau tidak senang mendengar kabar ini?" Tanya Jibril lagi. "Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"

"Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada didalamnya," kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik Tampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini." Lirih Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril membuang muka. "Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu."Siapakah yang tega, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, karena sakit yang tak tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat niat maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku." Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. "Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan santuni orang-orang lemah di antaramu." Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan.

Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. "Ummatii, ummatii, ummatiii?" Dan pupuslah kembang hidup manusia mulia itu. Kini, mampukah kita mencinta sepertinya?

Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik wa salim 'alaihi
Baca Selengkapnya...

Zuhud dalam Islam  

Posted by Jumhurul Umami

Arti zuhud berasal dari bahasa Arab zahada artinya raghaba ‘anhu wataraka (benci dan meninggalkan sesuatu ). Sedangkan zahada fi ad-dunya berarti mengosongkan diri dari kesenangan dunia untuk ibadah. Jadi zuhud adalah menjauhkan diri dari segala sesuatu yang berkaitan dengan dunia. Zuhud merupakan pendekatan penting dalam tahap awal perjalanan spiritual manusia.
Zuhud tidak berarti penolakan secara mutlak kepada dunia. Apa yang ditekankan dalam kehidupan zuhud adalah melepaskan diri atau mengosongkan hati dari pengaruh dunia yang dapat membuat orang lupa kepada Tuhan. Kehidupan dunia jangan sampai melupakan akhirat dan ibadah kepada Tuhan.

Definisi Zuhud menurut para ulama’ :
- Al-Palembani mendefinisikan zuhud dengan meninggalkan sesuatu yang disukai kepada sesuatu yang lebih disukai, yaitu meninggalkan nikmat sementara kepada nikmat yang abadi.
- Al-Junaidi mengatakan bahwa zuhud adalah kosongnya tangan dari pemilikan dan kosongnya hati dari pencarian.
- Ruwaim ibn Ahmad, zuhud adalah menghilangkan bagian jiwa dari dunia, baik berupa pujian, sanjungan, dan kedudukan disisi manusia.
- Harun Nasution, zuhud adalah meninggalkan dunia dan hidup kematerian, sebab dunia dipandang sebagai penghalang antara sufi dan tuhan.
Aktualisasi nilai-nilai sufisme dalam dunia modern, tidak akan pernah berhasil tanpa mengkaji ulang pengertian dan orientasi “ zuhud “ sebagai ruh aplikatif sufisme itu sendiri.
Menikmati kehidupan dunia secara wajar dan proporsional itu dimaksudkan agar jangan sampai kehidupan dunia mengalahkan kehidupan akhirat dan jangan sampai melupakan Allah. Sebagaimana disebutkan dalam Al-qur’an Al-Munafiqun : 9
يآيها الذين امنوا لاتلهكم اموالكم ولآأولادكم عن ذكر الله ومن يفعل ذلك فأولئك هم الحاسرون
Di samping itu agar jangan sampai kehidupan seseorang sangat tergantung kepada materi, sehingga berduka cita terhadap harta dan sangat gembira terhadap apa yang diperolehnya.
Untuk menghadapi dunia, harus ditanamkan sikap qona’ah ( menerima apa adanya setelah usaha ), tawakkal ( berserah diri atas segala usahanya ), shabar ( tabah dalam menghadapi keadaan dirinya ), syukur ( berterima kasih atas apa yang telah didapatnya ), khauf (takut kepada Allah), istighatsah (memohon dihindarkan bahaya), raja’ (mengharap kepada Allah), inabah (kembali kepada Allah)
Tanggung jawab tasawuf untuk melarikan diri dari kehidupan dunia nyata, akan tetapi suatu usaha mempersenjatai diri dengan nilai-nilai rohaniah yang akan membentengi diri saat menghadapi problema hidup yang serba materialistic dan merealisasikan keseimbangan jiw asehingga timbul kemampuan menghadapi problem dengan sikap jantan dan sabar.

Asketisme ( ciri-ciri )
Ciri-ciri asketisme dapat dilihat dari beberapa prinsipnya, yaitu :
- Asketisme adalah bersifat praktis sehingga tidak ditemukan konsep-konsep teoretis. Sarana-sarana praktisnya adalah kehidupan tenang dalam ketenangan, banyak beribadah, selalu ingat Allah, sangat takut pada dosa dan murka Allah.
- Idenya berakar pada memperoleh kebahagiaan hidup di akhirat dan melupakan kenikmatan kehidupan duniawi.
- Motivasinya karena takut kepada siksa Allah di sat u sisi dan karena cinta kepada Allah di sisi lain.
Inilah prinsip-prinsip asketisme yang menjadi landasan tumbuhnya sufisme dengan karakteristiknya sendiri.

Muncul dan Perkembangannya Zuhud
Menurut Harun Nasution ada lima sebab munculnya zuhud dipengaruhi oleh :
- Cara hidup rahib-rahib kristen
- Phytagoras yang mengharuskan meninggalkan kehidupan materi dalam rangka membersihkan roh.
- Plotinus yang menyatakan bahwa dalam rangka menyucikan roh yang telah kotor harus meninggalkan dunia.
- Budha dengan paham nirwana, bahwa untuk mencapainya harus meninggalkan dunia dan memasuki hidup kontemplasi.
- Hindu yang mendorong manusia meninggalkan dunia dsan mendekatkan diri kepadam Tuhan untuk mencapai persatuan Atman dengan Brahman.

Tiga Cara Mencapai Derajat Zuhud
Sikap zuhud dapat memberikan ketenangan kepada seseorang. Ia adalah benteng dari sikap sombong, kikir, serakah dan bermewah-mewahan. Kehancuran seseorang dan bahkan sebuah bangsa dicirikan dengan keempat sikap di atas.
Imam Al-Ghazali memberikan tiga tips. Pertama, memaksa diri untuk mengendalikan hawa nafsunya. Kedua, sukarela meninggalkan pesona dunia karena dipandang kurang penting. Ketiga, tidak merasakan zuhud sebagai beban, karena dunia dipandang bukan apa-apa bagi dirinya.
Sementara itu, Ibrahim bin Adham pernah ditanya seorang lelaki, “Bagaimana cara engkau mencapai derajat orang zuhud?” Ibrahim menjawab,”Dengan tiga hal, pertama, aku melihat kuburan itu sunyi dan menakutkan, sedang aku tidak menemukan orang yang dapat menentramkan hatiku di sana. Kedua, aku melihat perjalanan hidup menuju akherat itu amat jauh, sedang aku tidak memiliki cukup bekal. Ketiga, aku melihat Rabb Yang Maha Kuasa menetapkan satu keputusan atasku, sedang aku tidak punya alasan untuk menolak keputusan itu.” (Abu Ishak Ibrahim bin Adham Al Balkhori
Dengan demikian juga zuhud yang benar bukan karena kosongnya tangan dari memiliki harta dunia, namun zuhud yang haqiqi adalah kosongnya hati dari mencintai benda dunia, meskipun tangannya menggenggam harta dunia tersebut. Zuhud itu ada 3 tingkatan :
- Zuhud dengan meninggalkan semua keduniaan yang haram.
- Zuhud dengan meninggalkan semua keduniaan yang haram dan mubah.
- Zuhud kepada semua yang dimurkai Allah, karena ia tidak ingin Allah Ta’ala meninggalkannya.
Hal-Hal yang Mendorong untuk Hidup Zuhud
- Keimanan yang kuat dan selalu ingat bagaimana ia berdiri di hadapan Allah pada hari kiamat guna mempertanggung-jawabkan segala amalnya, yang besar maupun yang kecil, yang tampak ataupun yang tersembunyi.
- Merasakan bahwa dunia itu membuat hati terganggu dalam berhubungan dengan Allah, dan membuat seseorang merasa jauh dari kedudukan yang tinggi di akhirat kelak, dimana dia akan ditanya tentang kenikmatan dunia yang telah ia peroleh, sebagaimana firman Allah :
ثمَّ لَتُسْئلنَّ يَومئذٍ عنِ النَّعيمِ : (التكاثر : 8 )
“ Kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan ( yang megah ) di dunia itu.”
- Dunia hanya akan didapatkan dengan susah payah dan kerja keras, permainan, suatu yang melalaikan, mengorbankan tenaga dan pikiran yang sangat banyak, dan kadang-kadang terpaksa harus bergaul dengan orang-orang yang berperangai jahat dan buruk. Allah memberikan tentang jati diri dunia.
"اعلموآ أنّما الحياةُ الدنيا لعبٌ ولهوٌ وزنةٌوتفاخر بينكم وتكاثرٌ في الأموال والأولادِ"6
“ Ketahuilah, Sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan, dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak.”
Berbeda halnya jika menyibukkan diri dengan berbagai macam ibadah; jiwa menjadi tentram dan hati merasa sejuk, menerima takdir Allah dengan tulus dan sabar, ditambah akan menerima balasan di akhirat.
- Merenungkan ayat-ayat Al-Qur’an yang banyak menyebutkan tentang kehinaan dan kerendahan dunia serta kenikmatannya yang menipu (manusia).
Barang siapa imannya benar, maka ia tidak akan tergiur dan tertipu dengan rayuan dunia. Ia akan menjadikannya sebagai kendaraan menuju akhirat. Ia mengetahui bahwa setiap hari di dunia ini, sang hari (waktu) memanggil dan berseru, “ Wahai manusia, aku adalah baru dan atasmu aku akan bersaksi, aku akan meninggalkanmu tanpa kembali, isilah aku sesukamu, kebaikan atau keburukan.”
Baca Selengkapnya...

المعرفة عند ابن سينا  

Posted by Jumhurul Umami


أ‌. حياة ابن سينا
ولد ابن سينا سنة 370 هـ (980مـ) بحسب رواية كل من القفطى وابن خلكان فى قرية "أفسنة" من أعمال بخارى من بلاد فارس، وفى بخارى تلقى علومه الأولى فاستظهر القرآن الكريم ، وألم يحزء من العلوم الدينية وعلم النجوم وهو فى سن العاشرة، وقد وفد على بخارى وهو فى هذا السن جماعة من دعاة الإسماعلية وكان والده ممن استجاب لدعوتهم ، ولكن ابن سينا يصرح بأنه كان يردد أقوالهم بلسانه فقط دون أن يعتقد مذهبهم ، وقد ظل منصرفا إلى محصيل العلم، فتلقى علوم الرياضة والطبيعة والمنطق وما بعد الطبيعة من أساتذتها كما درس الطب على عيسى بن يحي الذى اشتهر بالأستاذية فى زمانه ، ولم يكد يبلغ ابن سينا السادسة عشرة من عمره حتى ذاعت شهرته فى الطب ، فقصده الأطباء من كل مكان، ولم يفق على دراسته للطب عند الناحية النظرية، بل تجاوز ذلك إلى عيادة المرضى ومراقبتهم لمعرفة تطور المرض، وأجرى عليهم تجاوز الشخصية لمعرفة أثر التطبيب، وهذا ما تأخذ به الطرق الحديثة فى الطب والعلاج.

لسنا فى حاجة إلى أن نتحدث هنا من حياة الشيخ الرئيس ابن سينا شغل التحدث عنها عددا عظيما من صفحات المؤلفين القدماء والمحدثين فى الشرق والغرب، والتى كانت مثلا حيا من أمثلة التباين والتعارض: فتارة نشاهده متربقا على كرسى الوزارة عن جدارة واستحقاق يفوقان هذا المنصب أضعافا وأضعافا وأخرى نشيعه إلى السجن بنظرات الأسى والأسف حانقين على الطغاة والمستبدين الذين حرموه نعمة الحرية خضوعا لأوهامهم الخاصة، وإذعانا لرغباتهم الفردية. وثالثة تترامى إلينا الأنباء بأنه فرّ من وجه طاغية منتصر إلى كنف عدوه، أو إلى إمارة محايدة يبتغى فيها الهدوء والسلام. وبسنا فى حاجة إلى أن يسجل أنه كان أحد طلائع العقليات الإسلامية الممتازة التى شرفت ولا تزال تشرف الشرق قديمه و حديثه.

ب‌. المعرفة عند ابن سينا
قال القشيرى: المعرفة على لسان العلماء هى العلم، فكل علم معرفة، وكل معرفة علم وكل عالم بالله تعالى عارف ، وكل عارف عالم. وعند هؤلاء القوم: المعرفة صفة من عرف الحق سبحانه بأسمائه وصفاته، ثم صدق الله تعالى
لا نستطيع إباحة مذهب ابن سينا فى المعرفة إذا عرضنا-فى شيء من البسط تعريف الفلسفة وأقسامها عند هذا الفيلوسوف، وقد أشرنا فى الفصل الأول إلى هذه الأقسام إشارة خاطفة وسجلنا فى أحد هوامشته أننا نحتفظ بتفاصيلها الوافية للشيخ الرئيس، لأنه هو خير من جلاها من فلاسفة المسلمين، بل خير من نص منهم فى وضوح على أن غاية الفلسفة النظرية هى الحق، وأن العقل قادر أتم القدرة على إدراك الحقيقة المطلقة والإحاطة بوسائلها، والسير بخطى ثابتة نحو معرفة أسرار الكون وخفايا الوجود.
رأينا كيف كان ابن سيناء أول فيلسوف إسلامى عنى بمسألة النفس وقواها، عناية ألهمت كثيرا ممن جاءوا بعده أن يقتفوا أثره، ومن المعلوم أن بين النفس والمعرفة لزوما، إذ الثانية أثر للأولى، ولا يعقل أن تكون هناك نفس ذات قوى متعددة ولايكون لهذه القوة مظهر يدل عليها، أن لكل قوة من قوى النفس عند ابن سينا اثرا فى بناء المعرفة الإنسانية، فالإنسان يعرف عن طريق حواسه الظاهرية والباطنة، وكل منهاله دور فى تكون المعارف، وإن اختلافت هذه الأدوار قوة وضعفا، ودنوا وعلوا، للهم أن الجمع فى حركة، والشأن فى ذلك كشأن مجموعة فى عمل، كلهم متشاركون فى إنجازه، منهم المخطط ومنهم المنفذ ومنهم المحاسب ومنهم المراجع ومنهم الحاكم.
ولا يسع ابن سينا هنا إلا أن ينبه إلى ماسبقت الإشارة إليه عند تقسيم قوى النفس، مضافا إليه أثر كل قوة من قواها فى العملية المعرفية، فالقوى الحسية عنده لاتدرك إلا المحسوسات الجزئية، غير مجردة من لواحفها المادية من كم وكيف ووضع وأين، ويقرر أن هذه من طبيعة الحواس والمحسوسات، والعقل يدرك الأمور المعقولة، بعد تخليصها من لواحقها المادية، وهذه أيضا طبيعة العقل والمعقولات، فكما أنه ليس من شأن المحسوس من حيث هو محسوس أن يعقل، كذلك ليس من شأن المعقول من حيث هو معقول أن يحس .
إنه هنا يعبر بصراحة عن انجاه المشائين فى المعرفة، فهى عندهم لا تعدو هذين النوعين من الإدراك : الحسى والعقلى. والإدراك عنده هو (أخذ صورة الشئ المدرك بنحو من الأنحاء)
ومعنى أخذ صورة الشئ، هو أن تكون حقيقة الشئ المدرَك متمثلة عند المدرِك بحيث يشاهدها مشاهدة تامة، سواء اكانت مشاهدة حسية أم مشاهدة عقلية، ومن ثم تكون الإحساسات خزينة المعانى الجزئية التى ترد إليها عن طريق الحواس والعقل هو محل إدراك المعانى السكلية، ويلاحظ أنه عند تمثل صور المحسوسات لابد من عملية التجريد، أى اطراح الملابسات المادية للشئ المدرك. وهذه تقال فى مقابلة منهج أفلاطون فى المعرفة إذ يقرر أنها لاتعدو أن تكون تذكرا لما سبق أن عرفته النفس وهى فى عالم مفارق (عالم المثل) قبل تلبسها بالبدن.
ويحسن بنا أن نقف بعض الوقت مع ابن سينا حتى نرسم صورة مبسطة لطريقة المعرفة عنده بعد أن ألمحنا إليها بشئ من الإيجاز.
يقسم ابن سينا الإدراك قسمين: حسى وعقلى، والإدراك الحسى عنده قسمان ظاهرة وباطن.
فالإدراك الحسى الظاهر هو: أن تنتقل إلينا حقائق الأشياء الخارجة عنا، ومنافذ هذا الانتقال هى الحواس الظاهرة، وقد رتبها من الأبسط إلى المركب، مبتدئا بحاسة اللمس ومنتهيا بحاسة البصر وبينهما حواس الذوق والشم والسمع، وتدرك هذه الحواس محسوساتها بتشبهها بها، وهو يقول فى ذلك: (إن الحواس فى قوته أن يصير مثل المحيسوس بالفعل، إذا كان الإحساس هو قبول صورة الشئ مجردة عن مادته، فيتنوربها الحاس .
وتشبه الحاسة المحسوس عند الإدراك كما يشبه الشمع الخاتم الذى ينطبع عليه، وهى نفس الفكرة التى قال بها أرسطو فى عملية الإدراك الحسى، ولايرى ابن سينا هنا أن تجريد الحاسة لمادة الأشياء المحسوسة يعنى تجريدها عن لواحق المادة من وضع وكيف ومقدار، وانما يعنى أن هذه اللواحق تظل عند الإدارك، ولكن بوضع وكيفية ومقدار مختلف، ويمكن أن نضرت لذلك مثلا برجلين كل منهما ينظر للآخر فلودقق ثالث فى عين كل منهما للاحظ أن صورة كل منهما ترى فى عين الآخر، ومعنى ذلك أن الذى انطبع فى العين هو الصورة لا المادة ولكن لواحق الإنسان من طول وعرض وعمق تكون موجودة ولكن يقدر وهنا يقول ابن سينا: ( ولكن تجريد الصورة هذه فى الحواس لا يكون تجريدا عن لواحق المادة، من كم وكيف ووضع وأين، وأنما تكون الصورة المحسوسة موجودة فى الحس على تقدير ما وتكييف ماووضع ما .
ويشير ابن سينا هنا إلى مسألة من أدق العمليات النفسية، وهى أن الإحساس إنما يكون انفعالا أو مقاونا لانفعال، لأنه قبول من الحواس لصورة المحسوس، وانفعال عضو الحس بالمحسوس لا يكون إلا عندما يخالفه فى الكيفية، فحاسة اللمس مثلا لاتحس بالملموس إلا إذا كان بينهما فرق من حيث الحرارة.
وأما الإدراك الحسى الباطن فيعنى به ابن سينا تلك القوى الداخلية للنفس والتى تبدأ من الحس المشترك، وتنتهى قبل الإدراك العقلى، وبعد الحس المشترك توجد القوة المصورة أو الخيال، ومهمة الأول جمع المحسوسات وتمييزها ومقاونتها، وهو قابل لصور المحسوسات لاحافظ لها، ومهمة الثانى قبول صور المحسوسات التى محدث انفعالا للقوى الباطنة، وهنا يتبين لنا أن موضوع الحس الظاهر هو المحسوسات يكون بعد تجريدها من العلائق المادية تماما، (بحيث لاتحتاج فى وجودها إلى وجود مادتها، لأن المادة وإن غابت عن الحس أو بطلت، فان الصورة تكون ثابتة الوجود فى الخيال فيكون أخذه إياها قاصما للعلاقة بينها وبين المادة قصما تاما .
وكذلك يقسم ابن سينا المعرفة إلى نوعين: الأول فطرى وهو معرفة المبادىء الأولى مثل الكل أعظم من الجزاء، والواحد نصف الاثنين ، وإذا ساوى ثالث أحد الاثنين المتعادلين، وتجب أن يساوى الثانى . والنوع الثانى مكتسب وهو إدراك المجردات المعقدة والكليات العامة، ويحتاج إلى مجهود القسم الأول، ويجب أن تبدأ عملية التفكير فيه بالشعور الوثيق بوجوب انفصال الصور التجردية عن عالم المحسات انفصالا تاما، فلا يربطها بها زمان ولا مكان ولا شرط ولا كمية حتى بصير عامة صالحة لتأليف الكلية منها ومن مثيلاتها.
وكيفية ذلك أن يتصور الشخص أن ما فى عقله ليس هو الحجر ولا الحيوان وإنما هو صورتاهما المجردتان عن كل اعتبار، فإذا تعقل ذلك ، بدأ فى ربط الصور الجزئية بعضها ببعض حسبما بينها من صفات مشتركة ، وبهذا تتكون الكليات.
والأدة المدركة لهذين النوعين تدعى بالأداة الطبيعية، وهى قسمان: فطرى واكتسابية. فأما الفطرية فهى مشتملة على قوة خاصة مستعدة لإدراك المبادئ الأولى دون تعلم ولا اكتساب وهى عامة لدى بنى الإنسان جميعا ولها مرتبتان: الأولى مرتبة العقل بالقوة والثانية مرتبة العقل بالفعل.وأما الاكتسابية فهى ملكة تتكون من التثقف والمران وتقدر على إدراك الكليات العامة ولا يصل إليها إلا الخاصة، وتصمى مرتبة العقل المستفاد.
وكيفية وصول المعرفة إلى نفوس الخاصة هى أن تقع الحواس على المحسات فتنزع صورها ، فإذا حصلت هذه الصور اجتمعت فى الحس المشترك ثم تعاقبت عليها بعد ذلك قوى النفس المختلفة كالمخيلة والواهمة والناطقة لتقوم بتجريدها واحدة بعد الأخرى، كل منها حسب طبيعته التى هى أدنى من طبيعة مَايَلِيْهِ. فالمخيلة تجرد الصور عن المادة، لا عن علاقتها، والواهمة ترتقى فى هذا التجريد أكثر قليلا من المخيلة. الناطقة تمحو جميع العلائق المادية وتنقل الصور إلى مرتبة التجرد النقى الذى يستحيل عليها بعده أن تقبل الانقسام ولو اعتبارا أو فرضا لشبهها بالقوة الناطقة التى جردتها ليصير حلولها بها ممكنا لأن المنقسم لا يمكن أن يحل بالذى لا ينقسم. كما أن الذى لا يقبل لانقسام لا يمكن أن يكون موضوعا لما يقبله. ويصور ابن سينا هذا فيقول:
فإذا كان ليس يمكن أن تنقسم الصورة المعقولة ، ولا أن تحل طرفا غير منقسم ولا بد لها من قابل فينا، فبين أن محل المعقولات جوهر ليس بجسم ولا أيضا قوة فى جسم فيلحقه ما يلحق الجسم من الانقسام ثم يتبعه سائر المحالات ونجعل ذلك الأستاذ بوير فيقول:
"العقل هو أعلى قوى النفس النظرية. وفى الإنسان عقل عملى، وفعله يظهر التعدد فى الطبية الإنسانية ظهورا اعتباريا، غير أن وحدة العقل تتجلى مباشرة فى شعورنا بأنفسنا أو إدراكا خالصا، والعقل لا يدرك قوى النفس الدنيا فى مكانها، بل هو يرتقى بها وذلك بتجريد الإحساس من العوارض الشخصة وبانتزاع صورة كلية من الصور المتخيلة. والعقل يكون فى أول الأمر عقلا بالقوة ، ثم يصير عقلا بالفعل، وذلك بما يصل إليه من إحساسات تؤديها إليه الحواس الظاهرة والباطنة. فالعقل يخرج بالاستعمال من القوة إلى الفعل، وهذا يحدث بوساطة الإدراك، ولكن بهد وإنارة من فوق ، أى من واهب الصور وهو العقل الفعال لاذى يفيض الصور على العقل الإنسانى.غير أن نفس الإنسان ليس فيها حافظة تحفظ المعانى العقلية المجردة ، لأن الذاكرة لا بد ترتكز أبدا على موضوع محسوس. وإذا أدركت النفوس الناطقة لا تتمايز بموضوع معرفتها ولا بمقدار ما حصلته من معارف، وإنما يكون تمايزها بمقدار استعدادها للاتصال بالعقل الفعال الذى تتلقى عند المعرفة.
ثم إن النفس الناطقة التى هى أرقى مما تحتها، والتى تعرف ما فوقها بشروق نور العقل الكلى، هى الإنسان على الحقيقة، وهى تبرز إلى حيز الوجود جوهرا بسيطا لا يطرأ عليها فساد ولا يعرض لها فناء. وفى هذه النفطر وضوح يمتاز به مذهب ابن سينا عن مذهب الفارابى
ث‌. مراتب القوة العقلية
وعندما ننتهى إلى القوة الناطقة نجدها ذات شعبتين أساسيتين الأولى عملية والثانية نظرية. فالشعبة العملية هى مصدر الحركة والفعل فى الأعمال التى تتم بروية، وهى ذات صلة بالقوة النزوعية والقوة المتخيلة-والوهيمة وبذاتها. فهى فى الحالتين لاأوليين تعمل بالاشتراك مع تلك القوى فى مباشر العمل ولأسراع به، أو توجيهه وتنسيقه، كما فى الفنون والصناعات الإنسانية وهى فى الحالة الثالثة تبعث بمشاركة العقل النظرى القواعد الأخلاقية العامة، وتفرض على القوى الجسدية الاعتدال، بحيث تؤمن انسجامها مع متطلبات الفضيلة.
1. العقل بالقوة والعقل الفعال
أما موضوع القوة النظرية فهو الصور الكلية. وهذه أما أن تكون موجودة بالفعل فى حالة مفارقة، وأما أن تجرد من عوارضها المادية بقوة العقل ذاته. وفى الحالة الأولى تكون معقولة بالفعل، بينما فى الحالة الثانية تكون معقولة بالقوة لا غير.وعلى هذا النحو فإن القوة النظرية قد تكون قابلة لإدراك هذه الصور إما بالفعل وإما بالقوة.
2. العقل بالملكة بين القوة والفعل
وأما العقل بالملكة، فيجوز اعتباره، من ناحية، عقلا بالفعل، ومن ناحية اخرى ، عقلا بالقوة. فهو عقل بالفعل بالنسبة إلى مراتب العقل العليا التى يبلغها عندما يدرك المعانى الكلية، ويدرك كذلك أنه يدركها، وعندها يسمى العقل بالفعل. أو هو عقل بالقوة بالنسبة إلى مرتبة الفعل المطلق، عندما يصبح إدراكه للكليات مستقلا عن السياق الطبيعى، وناحية عن عامل ما ورائ أو مفارق هو الذى يدبر شؤون عالم الكون والفساد بما فى ذلك سبيل المعرفة فى هذا العالم ، أى العقل الفعال، فيسمى عند هذه المرتبة العقل المستفاد.
3. العقل المسبفاد، والعقل القدسى
وبلوغ مرتبة العقل المستفاد يمكن القول أن لاإنسان قد بلغ الكمال لاذى هو غايته القصوى، ويقترب بذلك من الكائنات العليا فى ما وراء عالم الطبيعة . وهذا "الاتصال " بالعقل الفعال، فى اعتقاد ابن سينا، ليس هو سر مصير الإنسان فحسب، بل هو كذلك سر عملية المعرفة ككل.إذ لما كان العقل الفعال هو مستودع جميع المعقولات أو الكليات، فهو يمنح العقل الإنسانى، عندما يبلغ درجة الاستعداد للتلقى التى نسميها عقلا مستفادا، الصور المكتسبة التى تؤلف مجموع معارفه. على أن هذا "الاكتساب" ليس على وتيرة واحدة عند جميع الناس ، ذلك لأن قابلية الإدراك عند بعضهم قد تعظم إلى حد لا يحتاجون عنده إلى تعلم ، بل يصبحون قادرين على إدراك الكليات مباشرة، بفضل قوة فطرية فيهم يدعوها المؤلف العقل القدسى.
إن يتميز به النفس هو الإدراك العقلى، وهذا الإدراك لا يستخدم آلة جسمية ما على الإدراك الحسى الذى يعتمد على أعضاء معينة كالعين، والأذن وغيرهما . وبالإدراك العقلى تدرك النفس ذاتها، وتدرك أنها تدرك. وهذا الشيء لا يستطيعه أى عضو جسمى من الأعضاء التى تحس، فهذا دليل إذن على أنها لا يحتاج فى قوامها إلى الجسم وإلا لوقف هذا الجسم حائلا دون إدراكها لذاتها.
وقد أسلفنا أن النفس البشرية عند ابن سينا تدرك أول ما تدرك ذاتها قبل أن تدرك البدن الذى هى فيه، أو أى عضو من أعضائه كما أوضح الرئيس ذلك فى بديهية الذات المعلقة التى تعرف أنيتها حتى لو غاب عن معرفتها كل ما عدا هذه الأنية التى جزم "ديكارت" فيما بعد بأنه يدركها ويدلل على وجودها وعلى إدراكه إباها قبل أن يدرك جسمه بمراحل، بل هو لا يعود إلى لاتدايل على وجود هذا الجسم إلا بعد أن ينتهى من براهين العالم الأعلى، وهويجمل هذا بقوله "أنا أفكر وأنا موجود" والتى صورها فيلوسوفنا بقوله: "فهذا دليل إذن على أنها لا تحتاج فى قوامها إلى الجسم، وإلا لوقف هذا الجسم حائلا دون إدراكها لذاتها.

الاتجاحات
‌أ. أن ابن سينا هنا يعتمد إلى قوى النفس(العقل والحواس)، مضافا إليه أثر كل قوة من قواها فى العملية المعرفية.
‌ب. فلذلك يعبر ابن سينا بصراحة عن انجاه المشائين فى المعرفة، فهى عندهم لا تعدو هذين النوعين من الإدراك : الحسى والعقلى والإدراك عنده هو (أخذ صورة الشئ المدرك بنحو من الأنحاء)
‌ج. ويرى الباحث أن ابن سينا يجعل "العقل هو أعلى قوى النفس النظرية. وفى الإنسان عقل عملى، وفعله يظهر التعدد فى الطبية الإنسانية ظهورا اعتباريا، غير أن وحدة العقل تتجلى مباشرة فى شعورنا بأنفسنا أو إدراكا خالصا.
‌د. وصول المعرفة إلى نفوس الخاصة هى أن تقع الحواس على المحسات فتنزع صورها ، فإذا حصلت هذه الصور اجتمعت فى الحس المشترك ثم تعاقبت عليها بعد ذلك قوى النفس المختلفة.
‌ه. النفس هو الإدراك العقلى، وهذا الإدراك لا يستخدم آلة جسمية ما على الإدراك الحسى الذى يعتمد على أعضاء معينة كالعين، والأذن وغيرهما . وبالإدراك العقلى تدرك النفس ذاتها
الدراسة النقدية
يرى الباحث أن ابن سينا يجعل قوى النفس (العقل والحس ) طريقا إلى المعرفة ولم يقف الباحث فى انتقاد ما قد رأى هذا الفيلوسوف،
و لم يقف رأى الباحث برأي ابن سينا الذى قد جعل العقل والحس آلة لمعرفة الله لأن العقل والحواس محدودان بكل أعضائهما ومزيتهما. ولم يصل أحد إلى معرفة حقائق الله إذا ما استعمل القلب آلة لمعرفة الله لأنها ألطف وسيلة من الوسيلات الموجودة للإنسان. وكما عمل المتصوفون لرؤية الله .
و الغزالي يتميز عمن سبقه من الصوفية، بأنه قد جعل التصوف طريقا إلى المعرفة بالله. ومهما كان غيره قد جعل التصوف طريقا إلى المعرفة بالله، لكن مما يرى الغزالي لهذا الأمر تكون نظرياته متكاملة إذا قورنت بما خلفه السابقون.
و الغزالي كذلك لا يرفض الحواس، بل أنه قد التجأ بالعقل والحواس قبل التجائه إلى حصن التصوف، وهذا بيان عن يأس الغزالي من قدرة العقل والحواس على كشف كل الحقائق.وفي الأخير التجأ هو إلى التصوف وجعل بعد ذلك التصوف طريقا إلى المعرفة بالله.
Baca Selengkapnya...

Sekilas Tentang Filsafat Umum  

Posted by Jumhurul Umami


RASIONALISME RENE DESCARTES
Disebut aliran rasionalisme karena aliran ini mementingkan rasio. Dalam rasio terdapat ide-ide dan dengan ini orang dapat membangun suatu ilmu pengetahuan tanpa menghiraukan relistas yang ada si luar rasio.
Dalam aliran rasionalisme ada dua masalah yang keduanya diwarisi dari descartes ; masalah substansi dan masalah hubungan antar jiwa dengan tubuh.

Metode
Cogito Ergo Sum: saya yang sedang menyaksikan, saya ada (jika saya berpikir jadi, saya ada), dan yang dimaksud dengan berpikir disini adalah menyadari, jika saya sangsikan, saya menyadari bahwa saya sangsikan.
Metode descartes dalam memperoleh hasil yang shahih:
1. Tidak menerima sesuatupun sebagai kebenaran.
2. Memecahkan setiap permasalahan sampai sebanyak mungkin.
3. Membimbing pikiran secara teratur.
4. Melakukan pemeriksaan terhadap hal-hal yang sulit, serta perhitungan-perhitungan yang sempurna dan menyeluruh.

Substansi
Ia menyimpulkan bahwa selain dari Allah itu ada dua substansi: jiwa yang hakikatnya adalah pemikiran dan materi yang hakikatnya adalah keluasan.

Manusia
Ia memandang manusia sebagai makhluk dualitas. Manusia terdiri dari dua substansi, jiwa dan tubuh. Jiwa adalah pemikiran dan tubuh adalah keluasan.


EMPIRISME THOMAS HOBBES
Empirisme dinisbatkan kepada faham yang memilih pengalaman sebagai sumber utama pengenalan baik lahiriah maupun batiniah yang menyangkut pribadi manusia.
Hobbes mengatakan bahwasannya pengalaman merupakan permulaan segala pengenalan.
Filasafat meterialisme yang dianut hobbes dapat dijelaskan sebagai berikut: segala sesuatu itu bersifat bendawi. Yang dimaksud bendawi adalah segala sesuatu tidak bergantung kepada gagasan kita. Realitas yang bendawi yaitu yaitu yang tidak tergantung dengan gagasan kita, terhitung didalam gerak itu.

Manusia
Segala sesuatu yang ada pada diri manusiapun dapat diterangkan seperti cara-cara yang terjadi pada kejadian alamiah, yaitu secara mekanis, manusia itu hidup selama beredar darahnya dan jantungnnya bekerja.

Jiwa
Ajaran jiwa itupun sejalan dengan ajaran filsafat dasarnya, sehingga jiwa baginya merupakan kompleks dari proses-proses mekanis di dalam tubuh. Akal bukanlah pembawaan melainkan hasil perkembangan karena kerajinan.

Teori pengenalan
Sebagai penganut empirisme, pengenalan atau pengetahuan bagi dia diperoleh karena pengalaman. Penglaman merupakan awal dari pengetahuan. Yang dimaksud pengalaman ialah keseluruhan atau totalitas pengamatan yang disimpan didalam ingatan dan digabungkan dengan suatu pengaharapan akan masa depan, sesuai dengan apa yang telah diamati pada masa lalu.

JHON LOCKE
Menurut dia pengalaman itu ada dua : pengalaman lahiriah dan pengalan bathiniah ( ia mengatakan mula-mula rasio manusia harus dianggap sebagai kertas putih) kedua sumber itu menghasilkan ide-ide yang tunggal, roh manusia bersifat sama sekali pasif dalam menerima ide-ide tersebut namun demikian roh mempunyai aktifitas juga, karena dengan menggunakan ide-ide tunggal sebagai batu bangunan.

GEORGE BERKELEY
Sebagai penganut empirisme, berkeley mengatakan teori yang dinamakan immaterialisme atas dasar prinsip-prinsip empirisme. Jika locke masih menerima substansi-substansi diluar kita, tapi ia berpendapat bahwa sama sekali tidak ada substansi-subtansi material. Yang ada hanyalah ciri-ciri yang diamati dengan kata lain yang ada hanyalah pengalaman dalam roh saja. Sebagai contoh: sebagaimana dalam bioskop gambar-gambar film pada layar putih dilihat par apenonton sebagai benda-benda yang real (hidup).


KRITISME IMMANUEL KANT
Filsafat ini memulai perjalanannya dengan menyelidiki batas-batas kemampuan rasio sebagai sumber pengetahan manusia. Isi utama aliran imanuel kant tentang : teori pengetahuan, etika dan eksestika. Gagasan ini muncul karena adannya pertanyaan–pertanyaan mendasar yang timbul dalam pikiran Imanuel Kant sebagai berikut:
1. Apa yang dapat saya ketahui?
2. Apa yang harus saya lakukan?
3. Apa yang boleh saya harapkan?

Ciri-ciri kritisme dapat disimpulkan dalam tiga hal :
1. Menganggap bahwa pengenalan itu berpusat pada subyek dan bukan obyek;
2. Menegaskan keterbatasan kemampuan rasio manusia untuk mengetahui realitas atau hakikat sesuatu: rasio hanyalah mampu menjangkau gejala atau fenomena saja;
3. Menjelaskan bahwa pengenalan manusia atas sesuatu itu diperoleh atas perpaduan antara peranan unsur apriori yang berasal dari rasio serta berupa ruang dan waktu dan peranan unsur aposteriori yang berasal dari pengalaman yang berupa materi.

Tujuan filsafat Kant
Bermaksud memugar sifat obyektivitas dunia ilmu pengetahuan. Agar maksud itu terlaksana, orang harus menghindarkan diri dari sifat sepihak rasionalisme dan sepihak empirisme.
Menurut Kant syarat dasar bagi segala ilmu pengetahuan adalah :
1. Bersifat umum dan bersifat mutlak
2. Memberi pengetahuan yang baru

Kritik atas rasio murni
Kritisisme Kant dapat dianggap sebagai usaha raksasa untuk mendamaikan rasionalisme dengan empirisme. Rasionalisme mementingkan apriori dalam pengenalan berarti lepas dari segala pengalaman. Empirisme menekan kan unsur-unsur aposteriori, berarti unsur-unsur yang berasal dari pengalaman. Menurut kant baik rasionalisme maupun empirisme keduanya berat sebelah. Ia berusaha untuk menjelaskan bahwa pengenalan menusia merupakan panduan antara sintesa unsur-unsur apriori dengan unsur-unsur aposteriori.

Positivesme
Positivesme diperkenalkan oleh Auguste Comte (1798-1857) yang dilahirkan di Montpellier pada tahun 1798 dari keluarga pegawai negeri yang beragama katolik. Karya utamanya A. Comte adalah Cours De Philoshophie Positive, yaitu “kursus tentang filsafat positif” (1830-1842).
Dalam karyanya inilah Comte menguraikan secara singkat pendapat-pendapat positivis, hukum tiga stadia, klasifikasi ilmu-ilmu pengetahuan dan bagan mengenai tatanan dan kemajuan.
Positivisme berasal dari kata positif”. Kata positif di sini sama dengan faktualnya, yaitu apa yang berdasarkan fakta-fakta. Menurut positivisme, pengetahuan kita tidak pernah boleh melebihi fakta-fakta yang ada . Dengan demikian maka ilmu pengetahuan empiris menjadi contoh istimewa dalam bidang pengetahuan
Titik tolak ajaran Comte yang terkenal adalah tanggapannya atas perkembangan pengetahuan manusia, baik perorangan maupun umat manusia secara keseluruhan
Ketiga zaman itu adalah zaman teologis.zaman metafisis dan zaman ilmiah atau positif.
Pada zaman teologis menusia percaya bahwa di belakang gejala-gejala alam tedapat kuasa-kuasa adikodrati yang mengatur fungsi dan gerak gejala-gejala tersebut.
Zaman teologis ini sendiri dapat dibagi lagi menjadi tiga periode. Ketiga periode tersebut adalah sebaga berikut:
a. Animisme: pada tarap ini merupakan tahapan paling primitif karena benda-benda sendiri dianggap mempunyai jiwa.
b. Politeisme: taraf ini merupakan perkembangan dari taraf pertama dimana pada taraf ini manusia percaya pada dewa yang masing-masing menguasai suatu lapangan tertentu; dewa laut, dewa gunung, dewa halilintar dan sebagainya.
c. Monoteisme: taraf ini lebih tinggi dari taraf pertama dan kedua, karena taraf ini manusia hana memandang satu Tuhan sebagai penguasa segala sesuatu.
Zaman Metafisis, Pada zaman ini kuasa-kuasa adikdrati diganti dengan konsep-konsep dan prinsip-pinsip yang abstrak, seperti misalnya”kodrat” dan “penyebab”.metafisika pada zaman ini dijunjung tinggi.
Zaman positif, Zaman ini dianggap comte zaman tertinggi dari kehidupan manusia. Alasannya karena pada zaman ini tidak lagi ada usaha manusia untuk mencari penyebab-penyebab yang terdapat dibelakang fakta-fakta: manusia membatasi diri dalam penyelidikannya pada fakta-fakta yang disajikan kepadanya. Atas dasar observasi
Pada zaman terakhir inilah dihasilkan ilmu pengetahuan dalam arti yang sebenarnya.
Altruisme merupakan ajaran Comte yang merupakan kelanjutan dari ajaran tentang tiga zaman. Altruisme diartikan sebagai “menyerahkan diri kepada keseluruan masyarakat.
Jadi altruisme” bukan sekedar lawan “egoisme”.
Sehubungan dengan altruismenya ini Comte menganggap bangsa manusia menjadi semacam pengganti Tuhan. KeIlahian baru dari positivisme ini disebut le Grand Etre, “Maha Makhluk”.

Materialisme
Pembicaraan naturalisme menjadi penting karemna materalisme merupakan bentuk natulalisme. Kata natur atau alam yang dipakai dalam bentuk filsafat bukan hanya terbatas pada alam lautan, gunung-gunung atau kehidupan liar.
Naturalisme adalah teori yang menerima natura sebagai keseluruhan relitas. Istilah natura telah dipakai dalam filsafat dengan bermacam-macam arti.

Materialisme
Istilah materialisme dapat diberi definisi dengan beberapa cara, diantaranya :
1. materialisme adalah teori yang mengatakan bahwa atom meteri yang berada sendiri dan bergerak maerupakan unsur-unsur yang membentuk alam dan bahwa akal dan kesadaran termasuk didalamnya segala proses psisikal.
2. Bahwa doktrin alam semesta dapat ditafsirkan seluruhnya dengan sains fisik.
Materialisme modern mengatakan bahwa alam itu merupakan kesatuan matesian yang tak terbatas dan juga mengatakan bahwasannya materi itu ada sebelum jiwa dan dunia material adalah yang pertama dan pemikiran dunia adalah yang kedua.
Materialisme dapat mengambil salah satu dari dua bentuk pertama: mekanisme, atau materialisme mekanik dengan tekanan kepada sains alam dan yang kedua: materialisme dialetik yang merupakan filsafat resmi Rusia.
Materialisme mekanik

Daya tarik materialisme mekanik :
1. Materialisme sebagai teori dan metoda telah memberikan hasil-hasil yang besar dalam sains alam.
2. Materialisme dengan bentuknya yang meliputi banyak hal, nampaknya telah membebaska manusia dari tanggung jawab pribadi dan moral.

Marxism (karl Marx 1818-1883)
Sejarah marxisme menunjukkan bahwa doktrin-doktrin tersebut berkembang hampir satu setengah abad, paling tidak di tigga kebudayaan yang berbeda : Jerman. Rusia, Cina. Dan menurut Bochenki sedikitnya ada 6 istilah yang membedakan marxisme yang satu dengan yang lainya :
1. Adalah pemikiran karl marx sendiri yang disusun oleh para spesialis yang biasa disebut Marxologist
2. Marxisme klasik Jerman yang ditemukan oleh F. Engels dan dikembangkan oleh sejumlah socialist jerman : antara karl kautsy seorang anti komunis.
3. Marxisme klasik Jerman yang dikembangkan oleh lenin dengan ide-idenya sendiri sehingga membentk filsafat yang khas.
4. Marxisme leninisme yaitu doktrin-doktrin yang dikembangkan oleh komunis rusia dari pemikiran lenin.
5. Marxisme dinegara-negara komunis yang muncul setelah perang dunia II.
6. Variasi marxisme tersebut biasanya biasanya tersebut biasanya disebut Revisionisme atau neo-Marxisme.
3 dalil dasar yang disepakati bersama:
1. Teori materialisme historis
2. Perjuangan kelas dan
3. Teori nilai dan teori nilai lebih.

3 sumber filsafat Karl Mark
1. Filsafat klasik
2. Sosialis Perancis
3. Ekonomi Inggris

IDIALISME
Kata Idealis dalam filsafat mempunyai arti yang sangat berbeda, Idealis berarti (1) seorang yang menerima ukuran moral yang tinggi, estetika agma serta menghayatinya. (2) orang yang dapat melukiskan dan menganjurkan suatu rencana atau program yang belum ada.
Namun demikian, dalam kesempatan ini selain membahas pembahasan utama yaitu idealisme Hegel, kiranya ada baik terlebih dahulu sedikit disinggung idealisme subjektif, idealis objektif, personalisme.
Pokok-pokok Pikiran(filsafat) Hegel
• Rasio, Ide, Roh
• Dialektika

PRAGMATISME
Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar adalah apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantara akibat-akibat yang bermanfa’at secara praktis.
Wiliam james tokoh pragmatisme dari New York mengatakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari segala akal yang mengenal.
John Dewey tokoh pragmatisme mengatakan filsafat bertujuan untuk memperbaiki kehidupan menusia serta lingkungannya atau mengatur kehidupan manusia serta aktivitasnya untuk memenuhi kebutuhan manusiawi.
Intrumentalisme ialah dimaksudkan: suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan, penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya yang bermacam-macam itu dengan cara pertama-tama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran berfungsi dalam penemuan-penemuan yang berdasarkan pengalaman yang megenai konsekwensi-konsekwensi di masa depan.

EVOLUSIONISME
Evolusionisme atau suatu interpretasi tentang bagaimana proses perkembangan segala bentuk kehidupan baik evolusi dalam arti biologi mapun evolusi dalam rti evolusi organik.
Darwinisme adalah suatu pejelasan bagaimana suatu jenis dapat muncul dari jenis yang lain.
Menurut Bertrald Russel teori Darwin terdiri dari dua bagian
1. Adalah doktrin tentang evolusi yang menyatakan bahwa bentuk-bentuk kehidupan yang beraneka ragam itu telah tercipta dan berkembang secara berangsur-angsur dari suatu tingkat asal yang rendah.
2. Adalah tentang perjuangan hidup dan kelangsungan hidup bagi yang paling sesuai atau struggle for life and the fittest.

Kesalah tafsiran tentang manusia
1. Untuk memahami evolusi kita harus menjauhkan diri dari kesalahan dalam menafsirkan tentang manusia yangsering terjadi
2. Teori evolusi tidak berarti atau menganduung arti bahwa semua bentuk yang hidup cenderung mengarah kepada manusia atau bahwa jenis yang ada itu tentu akan menjadi jenis lain.
3. Evolusi tidak sama dengan darwinisme.
4. Teori evolusi bukanlah keterangan tentang watak dan asal dari kehidupan itu sendiri.
5. Teori evolusi tidak seharusnya mengingkari agama atau kepercayaan kepada Tuhan.
Baca Selengkapnya...

Metode Dan Pendekatan Dalam Ilmu Perbandingan Agama  

Posted by Jumhurul Umami

Pendahuluan
Manusia sebagai makhluk Allah selalu menghadapi banyak tantangan. Kemajuan serta eksistensi manusia itu sendiri sangat bergantung kepada tekad manusia untuk menjawab tantangan dan kesanggupan manusia untuk memecahkan masalah yang kompleks dalam hidupnya. Penelitian memegang peranan penting dalam membantu manusia untuk memperoleh pengetahuan baru dalam membantu manusia untuk memperoleh pengetahuan baru dalam memecahkan masalah. Penelitian akan menambah ragam pengetahuan lama dalam memecahkan masalah.
Kerja memecahkan masalah akan sangat berbeda antara seorang ilmuwan dan seorang awam. Seorang ilmuwan selalu menempatkan logika serta menghindarkan diri dari pertimbangan subjektif. Sebaliknnya bagi orang awam, kerja memecahkan masalah dilandasi oleh campuran pandangan perorangan ataupun dengan apa yang dianggap masuk akal oleh banyak orang.

Dalam meneliti, seorang ilmuwan dapat saja mempunyai teknik, pendekatan ataupun cara yang berbeda dengan seorang ilmuwan lainnya. Tetapi kedua ilmuwan tersebut tetap mempunyai satu falsafah yang sama dalam memecahkan masalah, yaitu menggunakan metode ilmuwan dalam meneliti. Seperti diketahui, ideal dari ilmu adalah untuk memperoleh suatu interelasi yang sistematis dari fakta-fakta. Metode ilmiah adalah suatu pengejaran (pursuit) dari ideal ilmu itu.
Sebagai penelitian terhadap bebagai agama, penelitan perbandingan agama masih menghadapi persoalan metodologis. Artinya bagaimana standar-standar yang digunanakan dalam mengukur variabel-variabelnya belum ditemukan formulasi yang disepakati para ahli perbandingan agama. Namun demikian metodologi bagi penelitian ini tetap sangat dibutuhkan para peneliti dan pengkajinya.
Dalam melakukan analisis data penelitian perbandingan agama dapat digunakan tiga metode.
Pertama, simetris, dalam hal ini seorang peneliti melakukan perbandingan setelah masing-masing konsep, ajaran, pandangan, atau realitas diuraikan secara lengkap. Dalam hal ini harus ada penegasan mengenai hal yang dibandingkan apakah penampakan yang kongkrit atau sampai pada dasar-dasar ajaran agama.
Kedua, asimetris, yaitu analisis yang dimulai dengan menguraikan ajaran, konsep-konsep dan pandangan pertama, kemudian sambil memberikan deskripsi tentang ajaran, konsep-konsep dan pandangan kedua, langsung dibuat perbandingan dengan agama yang pertama diuraikan.
Ketiga, perbandingan segitiga, yaitu suatu analisis perbandingan dengan membandingkan ajaran, konsep, dan pandangan ketiga yang mungkin lebih lengkap dan melakukan tinjauan dari sudut lain. Dengan demikian akan jelas apa yang dimaksud dengan dua yang sedang dibandingkan.
Bentuk-bentuk penelitian serta klasifikasi metode penelitian dapat dibedakan berdasarkan tujuan penelitian, jenis data yang dikumpulkan, serta sumber data. Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai, penelitian dapat dibedakan menjadi: (a) eksploratif, (b) deskriptif, (c) historis, (d) kerelasional, (e) eksperimen, (f) kuasi-eksperimen. Berdasarkan sumber data, penelitian dapat dibedakan menjadi (a) penelitian lapangan dan (b) penelitian kepustakaan. Selain itu, penelitian dapat dibedakan menurut jenis data dan kepustakaan. Selain itu penelitian dapat dibedakan menurut jenis data dan proses penelitian menjadi (a) penelitian kuantitatif dan (b) penelitian kualitatif.

A. Metode penelitian eksploratif
Gejala keagamaan dapat diteliti secara eksploratif bila peneliti belum banyak mengetahui informasi tentang gejala-gejala keagamaaan tersebut. Bila disuatu tempat terjadi gejala keagamaan tertentu seperti fatwa yang menghalalkan berzina asal dimulai dengan membaca basmallahi, maka fenomena keagamaan tersebut dapat dieksplorasi, baik melalui telaah kepustakaan (seperti melalui Koran dan majalah) data lapangan, maupun gabungan antara keduannya.
Penelitian eksploratif dapat digunakan untuk mengamati gejala keagamaan yang sedang terjadi, atau gejala keagaman yang terjadi diasa lalu. Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian eksploratif, dapat dikembangkan berbagai penelitian lain, seperti penelitian histories, deskriptif, kerelasional dan eksperimen. Karena itu, penelitian eksploratif sering disebut penelitian pendahuluan.

B. Metode penelitian sejarah
Bila gejala keagamaan terjadi dimasa lampau dan peneliti berminat mengetahuinya, maka peneliti dapat melakukan penelitian sejarah yakni melakukan rekonstruksi terhadap fenomena masa lampau baik gejala keagamaan yang terkait dengan masalah politik, sosial, ekonomi dan budaya. Bagaimana peran pesantren dan kiyai dalam melakukan perlawanan terhadap tentara belanda dalam agresi militer kedua (tahun 1984)?. Sejarah ini belum terlalu lama berlalu sehingga masih banyak saksi hidup. Karena itu, untuk merekonstruksinya, peneliti dapat melakukan wawancara mendalam dengan pelaku sejarah dan saksi hidup. Juga dapat melakukan telaah kepustakaan, seperti Koran, majalah, arsip, dokumen-dokumen pribadi dan lain sebagainya.

C. Metode Penelitian Deskriptif
Penelitian deskriptif ialah sebuah penelitian yang bertujuan menggambarkan gejala sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dalam penelitian agama, penelitian deskriptif berusaha menggambarkan suatu gejala keagamaan.
Penelitian deskriptif berbeda dengan penelitian eksploratif, peelitian eksploratif belum memiliki variabel yang menjadi fokus pengamatan, karena peneliti belum banyak memperoleh informasi tentang gejala keagamaan tersebut. Sedangkan penelitian deskriptif sudah memiliki variabel yang menjadi fokus pengamatan. Dalam penelitian deskriptif variabel yang menjadi fokus pengamatan boleh lebih dari satu, sesuai minat peneliti.
Penelitian deskriptif dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Selain itu, penelitian deskriptif dapat menggunakan data kepustakaan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis terhadap kepustakaan secara kuantitatif sering disebut analisis isi. Contohnya: penelitian deskriptif ini adalah: Ketaatan beragama buruh-buruh pabrik di serang Banten;, Pola kepemimpinan kiyai di tiga pesantren di Banten,; Etika kepemimpinan menurut ajaran ahlus sunnah wal jama’ah.

D. Metode Penelitian Korelasional
Penelitian korelasional ialah penelitian yang berusaha menghubungkan atau mencari hubungan antara satu variabel dengan variabel lain. Karena itu, dalam penelitian korelasional dikenal adanya variabel bebas (variabel yang diduga mempengaruhi variabel lain) dan variabel terikat (variabel yang diduga dipengaruhi oleh variabel bebas).
Hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dapat dibuktikan dengan data lapangan (baik secara kualitatif maupun kuantitatif) dan data hasil studi kepustakaan ,atau gabungan antara studi lapagnan dengan hasil studi kepustakaan. Contohnya: Hubungan pendidikan agama denga ketaatan beragama buruh pabrik di wilayah serang dan cilegon, Banten.

E. Metode Penelitian Eksperimen
Suatu fenomena dalam kehidupan sosial keagamaan seringkali terjadi bukan disebabkan oleh satu variabel melainkan akibat dari berbagai variabel secara simultan. Penelitian korelasional hanya menelaah salah satu atau beberapa variabel bagi terjadinya suatu fenomena sosial. Variabel-variabel itu dipilih berdasarkan telaahan logis atau berdasarkan teori tertentu. Penelitan tersebut akan membuktikan sejauh mana variabel yang dipilih memiliki hubungan dengan terjadinya suatu fenomena sosial keagamaan; atau sejauh mana variabel-variabel tersebut memberi pegnaruh bagi terjadinya fenomena keagamaan tertentu.

Pendekatan ilmiah dalam penelitian agama
A. Pendekatan ilmiah yang relevan
Dalam pembahasan dikemukakan bahwa penelitaian agama adalah penelitian tentang agama dalam arti ajaran, bilief (sistem kepercayaan) atau sebagai fenomena budaya; dan agama dalam arti keberagaman , perilaku beragama atau sebagai fenomena sosial. Karena itu, diperlukan teori ilmiah yang relevan untuk penelitian agama. Dalam perbahasan ini, teori-teori ilmiah itu digunakan sebagai pendekatan sekaligus sebagai model dalam penelitian agama. Teori ilmiah itu meliputi teologi (ilmu-ilmu keagamaan), sosiologi antropologi, psikologi, filologi, sejarah dan filsafat.
Pendekatan yang ilmiah yang relevan untuk penelitian agama digambarkan dalam skema pendekatan ilmiah penelitian sosial agama. Dalam prakteknya, sebuah penelitian agama dapat menggunakan satu pendekatan saja atau beberapa pendekatan, baik yang bersifat disipliner, interdisiplin, maupun multidisiplin.
B. Pendekatan teologis
Istilah teologi lahir dalam tradisi Kristen. Secara harfiah, teologi berasal dari bahasa Yunani, theos dan logos yang berarti ilmu ketuhanan. Istilah teologi dalam bahasa Yunani tersebut dalam tradisi Islam dikenal dengan ilmu kalam yang berarti perkataan-perkataan manusia tentang Allah. Tetapi pengertian ini menurut Steenbrink dianggap kurang cocok karena mengenai ketuhanan, baik wujud, sifat, dan perbuatan-Nya, yang dengan ilmu kalam atau ilmu luhut yang oleh Al-Ahwani diartikan sebagai rangkaian argumentasi rasional yang disusun secara sistematik untuk memperkokoh kebenaran akidah agama Islam. A. Hanafi mengartikan ilmu kalam sebagai upaya mempertahankan keyakinan seputar masalah ketuhanan dari serangan-serangan pihak luar dengan menggunakan pendekatan filafat atau dalil-dalil aqli.
Dalam Encyclopaedia of religion and Religions, dikatakan bahwa teologi adalah ilmu yang membicarakan tentang Tuhan dan hubungan-Nya dengan alam semesta, namun seringkali diperluas mencakup seluruh bidang agama. Dengan demikian teologi memiliki pengertian luas dan identik dengan ilmu agama itu sendiri.
Kalau kita membicarakan teologi sekurang-kurangnya dilihat dari tiga segi: teologi aktual yaitu berteologi yang melahirkan keprihatinan iman dalam wujud tingkat laku sehari-hari teologi intelektual yaitu teologi yang melahirkan pemikiran keagamaan berjilid-jilid yang hanya dipahami oleh para alim dibidang ini dan teologi spiritual yang melahirkan perilaku mistik.
Menurut darmaputera, teologi selalu bertitik tolak dari sebuah asumsi dasar, bahwa Allah yang kita percayai adalah Allah yang berfirman, Allah yang menyatakan kehendak-Nya, disepanjang masa bagi seluruh umat manusia dimana saja. Firman dan kehendak-Nya itu adalah mengenai kebenaran dan keselamatan serta kesejahteraan menusia bahkan seluruh ciptaan. Firman dan kehendaknya itu berlaku bagi siapa saja, dimana saja, dan kapan saja. Oleh karena itu siapa pun yang mendambakan kebenaran, keselamatan dan kesejahteraan harus sungguh-sungguh memperhatikan dan memberlakukan firman serta kehendak Allah itu. Teologi bertolak dari keyakinan itu dan befungsi untuk mencari serta merumuskan kehendak Allah yang menyelamatkan, mensejahterakan, seta merupakan norma kebenaran itu. Dari mana manusia mampu merumuskan kehendak Allah dan bagaimana agar manusia mampu beraksi dalam menyelamatkan dan mensejahterakan diri dan sesamannya?
Pendekatan teologi dalam studi agama adalah pendekatan iman untuk merumuskan kehendak tuhan berupa wahyu yang disampaikan kepada para nabinya agar kehendak Tuhan itu dapat dipahami secara dinamis dalam konteks ruang dan waktu. Karena itu pendekatan teologis dalam studi agama disebut juga pendekatan normatif dari ilmu-ilmu agama itu sendiri. Secara umum metode teologis/normative dalam studi agama atau dalam rangka menemukan pemahaman pemikiran keagamaan yang lebih dapat dipertanggung jawabkan secara normatif idealistik.

C. Pendekatan sosiologis
Sosiologi agama dirumuskan secara luas sebagai suatu studi tentang interelasi dari agama dan masyarakat serta bentuk-bentuk interaksi yang terjadi antar mereka. Anggapan para sosiolog bahwa dorongan-dorongan, gagasan-gagasan, dan kelembagaan agama mempengaruhi dan sebaliknya juga dipengaruhi oleh kekuatan kekuatan sosial adalah tepat. Jadi seseorang sosiolog agama bertugas menyelidiki bagaimana tata cara masyarakat, kebudayaan dan pribadi-pribadi mempengaruhi agama sebagaimana agama itu sendiri mempengaruhi mereka. Kelompok-kelompok yang berpengaruh terhadap agama, fungsi-fungsi ibadat untuk masyarakat, tipologi dari lembaga-lembaga keagamaan dan tanggapan-tanggapan agama terhadap tata duniawi, interaksi langsung dan tidak langsung antara sistem-sistem religius dan masyarakat, dan sebagainya termasuk bidang penelitian sosiologi agama.
Penelitian agama seringkali tertarik untuk melihat, memaparkan, dan menjelaskan berbagai fenomena keagamaan. Juga kadang-kadang tertarik melihat dan menggambarkan pengaruh suatu fenomena terhadap fenomena lain. Untuk menggambarkan fenomena sosial keagamaan dengan baik, peneliti dapat menggunakan pendekatan sosiologis yang dimaksud dengan pendekatan sosiologis ialah: peneliti menggunakan logika-logika dan teori sosioologi baik teori klasik mapun modern untuk menggambarkan fenomena sosial keagaman serta pengaruh suatu fenomena terhadap fenomena lain.
Sosiologi agama mempelajari aspek sosial agama. Objek penelitian agama dengan pendekatan sosiologi menurut keith A. Robert memfokuskan pada :
1) Kelompok-kelompok dan lembaga keagamaan (meliputi pembentukannya, kegiatan demi kelangsungan hidupnya, pemeliharaannya, dan pembubarannya.)
2) Perilaku individu dalam kelompok-kelompok tersebut (proses sosial yang mempengaruhi stasus keagamaan dan perilaku ritual.)
3) Konflik antar kelompok.
D. Pendekatan Antropologi
Sosiologi dalam sejarahnya digunakan untuk mengkaji masyarakat modern, sementara antropologi mengkhususkan diri terhadap masyarakat primitif. Antropologi sosial agama berkaitan dengan soal-soal upacara, kepercayaan tindakan dan kebiasaan yang tetap dalam masyarakat sebelum mengenal tulisan yang menunjuk pada apa yang dianggap suci dan supranatural. Sekarang terdapat kecenderungan antropologi tidak hanya digunakan untuk meneliti masyarakat primitif, melainkan juga masyarakat yang komplek dan maju menganalisis simbolisme dalam agama dan mitos, serta mencoba mengembangkan metode baru yang lebih tepat untuk studi agama dan mitos. Antropologi agama memandang agama sebagai fenomena kultural dalam pengungkapannya yang beragam, khususnya tentang kebiasaan, peribadatan dan kepercayaan dalam hubungan-hubungan sosial.
Yang menjadi penelitian dengan pendekatan antropologi agama secara umum adalah mengkaji agama sebagai ungkapan kebutuhan makhluk budaya yang meliputi:
1) Pola-pola keberagamaan manusia dari perilaku bentuk-bentuk agama primitif yang mengedepankan magic, mitos, animisme, totenisme, paganisme pemujaan terhadap roh, dan polyteisme, sampai pola keberagamaan masyarakat industri yang mengedepankan rasionalitas dan keyakinan monoteisme.
2) Agama dan pengungkapannya dalam bentuk mitos, simbol-simbol, ritus, tarian ritual, upacara pengorbanan, semedi, selamatan.
3) Pengalaman religius, yang meliputi meditasi, doa mistisisme, sufisme.

E. Pendekatan Psikologi
Psikologi agama adalah studi mengenai aspek psikologis dari perilaku beragama, baik sebagai individu (aspek individuo-psikologis) maupun secara berkelompok/anggota-anggota dari suatu kelompok (aspek sosio-psikologis). Aspek psikologis dari perilaku beragama berupa pengalaman religius, seperti:
1) Ketika seseorang berada dalam puncak spiritual, seperti Mi’rajnya Nabi menghadap sang Kholiq, atau ketika seseorang Muslim khusyu’ dalam sholatnya, atau orang kristiani dalam doa dan nyanyian.
2) Ketika seseorang menerima wahyu/ ilham/ mendengarkan suara hati, ketika berkomunikasi dengan sang Kholiq, yang ilahi dan supranatural.
Psikologi agama mempelajari motif-motif tanggapan-tanggapan, reaksi-reaksi dari psike manusia, pengalaman dalam berkomunikasi dengan yang supranatural yang sangat mengasyikkan dan sangat dirindukan. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa psikologi agama adalah cabang psikologi yang menyelidiki sebab-sebab dan ciri psikologis dari sikap-sikap religius atau pengalaman religius dan berbagai fenomena dalam individu yang muncul dari atau penyertai sikap dan pengalaman tersebut.
Psikologi agama sebagai cabang dari psikologi menyelidiki agama sebagai gejala kejiwaan. Penyelidikan agama sebagai gejala kejiwaan memiliki peran penting mengingat persoalan agama yang paling mendasar adalah persoalan kejiwaan. Manusia meyakini dan mau berserah diri kepada Tuhan, melakukan upacara keagamaan, berdoa, rela berkorban dan rela hidupnya dikendalikan oleh norma-norma agama adalah persoalan kejiwaan.

F. Pendekatan sejarah
Sejarah agama, secara ekstrem dapat dikatakan agama dan keberagamaan adalah produk sejarah. Al-qur’an sebagian besar berisi sejarah dan ilmu-ilmu keislaman. Peradaban islam berkembang sedemikian rupa dalam konteks sejarah. Karena itu tepat apabila dikatakan bahwa sejarah bagaikan mata air yang tidak akan pernah kering untuk diambil manfaatnya. Sejarah Islam merupakan bagian dari ilmu-ilmu keislaman yang amat penting diajarkan dilembaga-lembaga pendidikan Islam.
Berikut beberapa fokus penelitian agama dengan menggunakan perdekatan sejarah:
1) Penelitian sejarah tentang tokoh berpengaruh dalam suatu agama atau gerakan keagamaan. Penelitian model ini besa berupa otobiografinya, pemikirannya, tindakan-tindakannya,, pergumulan hidupnya.
2) Penelitian sejarah mengenai naskah atau buku. Penelitian model ini menekankan pada substansi naskah atau buku untuk dianalisis, baik analisis kritis, perbandingan, maupun analisis sekedar eksplorasi.
3) Penelitian sejarah mengenai suatu konsep sepanjang sejarah penelitian model ini bisa berupa salah satu naskah, kitab suci atau perkembangan pemikiran dari waktu ke waktu.
4) Penelitian arsip, yaitu penelitian tentang sejarah, baik individu, kelompok, organisasi, masyarakat maupun bangsa dengan melihat arsip-arsip resmi. Penelitian model ini banyak dilakukan oleh Snouk Hurgronye tentang aceh maupun Islam di Indonesia.


Penutup
Demikian rekonstruksi gejala sosial keagamaan dengan menggunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial. Sebaliknya, gejala sosial keagamaaan dapat dijelaskan dengan pendekatan sejarah.
Perlu juga disampaikan bahwa berbagai disiplin ilmu sosial-politik seperti politik, sosiologi, ekonomi, dan antropologi dapat melakukan penelitian dengan pendekatan sejarah. Artinya, mereka berusaha membuktikan teori (secara deduktif) atau menemukan teori (secara induktif) dengan menggunakan informasi yang diperoleh dari sejarah.
Baca Selengkapnya...